Rabu, 09 Juni 2010

LIMA TANDA DIET TIDAK SEHAT


Diet tentu saja diperlukan bagi wanita atau pria yang merasa berat badannya berlebih. Tapi diet jangan sampai salah arah, yang nantinya malah membuat kita sakit.

Untuk mengenal tanda-tanda diet tak sehat, berikut cirri-cirinya :

1.
Terus Merasa Lapar


Terus merasa lapar bisa terjadi karena meninggalkan sarapan atau jadwal makan yang lain, mengikuti diet sembarangan dengan terlalu sedikit kalori, karbohidrat atau protein, atau kurang asupan makanan tinggi serat.

Atau sebab lain karena kita terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang empty calories (hanya banyak mengandung kalori tapi mengandung gizi yang sedikit), yaitu makanan olahan yang tinggi lemak atau tinggi gula.

2.
Tingkat Energi rendah dan Mudah Lelah


Masalah ini disebabkan oleh program penurunan berat badan yang didasarkan diet rendah karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber utama bahan bakar tubuh yang bisa segera digunakan.

Kekurangan karbohidrat bisa membuat seseorang lelah secara fisik dan tak bersemangat secara mental.
3.
Merasa Depresi


Merasa depresi bisa terjadi karena kekurangan asupan lemak omega 3 dari ikan, atau kekurangan vitamin-vitamin B, terutama asam folat, vitamin B6 dan B12.
4.
Rakus dan Mengidam


Diet yang terlalu ketat dan banyak pantangan, meninggalkan sarapan atau jadwal makan lain, dan suka mengemil makanan manis atau berlemak, justru menyebabkan seseorang jadi rakus dan mengidam makanan tertentu.
5. Sulit Berkonsentrasi

Meninggalkan sarapan, atau tidak mendapat cukup asupan antioksidan dan vitamin E (terdapat pada kacang-kacangan, biji-bijian) bisa menyebabkan galau dan sulit berpikir, atau bakan daya ingat menurun. Itu bisa juga terjadi karena kurangnya auspan zat besi.

Sumber:www.serbawanita.com

Senin, 07 Juni 2010

HUTAN DIRAMBAH, DAFTAR BURUNG LANGKA BERTAMBAH


Bogor (ANTARA News) - Daftar burung yang terancam punah di Indonesia akan terus bertambah seiring dengan maraknya perburuan dan perambahan hutan di Indonesia, kata peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr Dewi M. Prawiradilaga,MSc di Bogor, Selasa.

Menurut pakar satwa burung LIPI tersebut, perambahan hutan, perburuan, dan juga polusi udara di sejumlah tempat di Indonesia sangat berpengaruh pada populasi jenis-jenis burung tertentu.

Tahun ini burung pelatuk kelabu besar atau Great slaty woodpecker yang dulu banyak ditemukan di Jawa, Kalimantan dan Sumatera sudah masuk dalam daftar satwa yang terancam punah. BirdLife dan IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) baru-baru ini merilis peningkatan status ancaman bagi burung yang bernama latin Mulleripicus pulverulentus itu dari "least concern" menjadi "vulnerable" atau rentan terhadap kepunahan.

Dewi Prawiradilaga mengatakan, jenis pelatuk ini masih dapat ditemukan antara lain di kepulauan Riau dengan jumlah terbatas. Namun jika perburuan dan perambahan hutan tetap marak, dikhawatirkan satwa ini bakal punah. "Padahal keberadaan satwa burung tersebut, termasuk salah satu indikator hutan primer yang baik kondisinya," katanya.

Penyebaran jenis pelatuk kelabu besar ini cukup luas, meliputi Asia Selatan, Asia Tenggara dan sebagian China. Di perkirakan saat jumlah burung ini ada sekitar 26 ribu hingga 500 ribu ekor, namun jumlah tersebut cenderung menurun.

Dr Dewi juga mengingatkan bahwa selain pelatuk kelabu besar, terdapat sejumlah jenis burung lainnya di Indonesia yang bisa masuk dalam "daftar merah" IUCN, karena marak diperjual-belikan.

"Saya melihat saat ini orang makin pintar menangkap burung di hutan-hutan untuk dijual. Misalnya burung madu (collibry) dan burung penghuni tajuk pohon (kanopi) yang banyak dijual di daerah Jawa Timur," katanya.

Burung kanopi, atau sering disebut burung sepah, sebenarnya tergolong burung yang sulit ditangkap karena lebih sering berada di pucuk pohon-pohon tinggi.

Namun ternyata burung ini pun banyak yang ditangkap.Ini cukup memprihatinkan," kata Dewi yang menekuni penelitan terhadap satwa burung dan meraih doktor dari Australian National University tahun 1997 itu. (ANT/A038)

Sabtu, 05 Juni 2010

TERNYATA RAFFLESIA BERBEDA DENGAN BUNGA BANGKAI


Selama ini literatur yang ada menyebut bahwa bunga bangkai sebagai bunga Rafflesia yang berasal dari nama latinnya Rafflesia arnoldii. Masih banyak orang yang mengira bunga Rafflesia adalah Bunga Bangkai. Padahal, kedua jenis bunga ini berbeda. Hal tersebut diungkapkan oleh peneliti LIPI, Sofie Mursidawati, MSc, yang sudah meneliti bunga rafflesia ini sejak tahun 2004.

Bunga Rafflesia berbeda dengan Bunga Bangkai, mereka berbeda jenis hanya sama-sama memiliki gelar yang sama karena sama-sama berbau bangkai dan berukuran raksasa. Lebih lanjut dikatakan, berbeda dengan bunga pada umumnya, bunga dikenal karena keindahannya dan baunya yang wangi. Tetapi, keluarga bunga bangkai tidak seperti kebanyakan bunga lainnya.

Rafflesia dan Bunga Bangkai memiliki keunikan yakni sama-sama langka, berukuran raksasa tapi berbeda nama, bentuk maupun warna.
Bunga Rafflesia atau dalam Bahasa Latin dikenal sebagai Rafflesia Arnoldii (Padma Raksasa) untuk endemik Sumatra ini termasuk dalam suku Rafflesiaceae (padma).
Sebagai parasit, Rafflesia hidup menempel pada akar atau batang tumbuhan inangnya.
Inangnya yang memberikan makan, minum dan tempat berbiak.

Rafflesia tidak memiliki batang dan daun, karena tidak memerlukannya. Dia berkembang biak dengan biji yang dihasilkan oleh bunga betina.
Bunga jantan dan bunga betina tidak terdapat dalam satu tumbuhan, terkadang malah tumbuh berjauhan, sehingga dibutuhkan serangga untuk menyembunyikan bunga betina dengan serbuk sari dari jantannya.
Bau menyengat yang dikeluarkannya digunakan untuk mengundang serangga agar membantu proses penyerbukan.
Dalam masa pertumbuhannya, Rafflesia membutuhkan waktu 21 bulan untuk tumbuh, mulai dari munculnya kuncup sampai mekar. Ironisnya, biarpun membutuhkan waktu lama untuk berbunga, rafflesia hanya mekar selama lima hari.
Biji rafflesia berjumlah ribuan berukuran sangat kecil dan halus seperti pasir dan hanya bisa dilihat dengan bantuan mikroskop.

Sementara itu, untuk Bunga Bangkai (Amorphophallus Titanium) merupakan tanaman sejenis talas atau keladi. Bunga Bangkai merupakan tumbuhan yang menyuplai makanannya sendiri dari umbinya. Tumbuhan ini mempunyai umbi, batang dan daun.
Bunga bangkai berkembang biak dengan biji, umbi dan daunnya. Bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tumbuhan, tetapi bunga betinanya matang lebih dahulu daripada bunga jantannya sehingga bunga jantan tidak dapat menyerbuki bunga betina.

"Artinya, diperlukan lebih dari satu bunga supaya bunga betinanya dapat diserbuki oleh bunga jantannya dengan bantuan serangga," jelas Sofie.

Pemberian nama bunga bangkai karena bunga ini juga mengeluarkan bau menyengat seperti bau bangkai, yang digunakan untuk menggundang serangga agar membantu dalam proses penyerbukan.

Berbeda dengan Rafflesia yang membutuhkan waktu 21 bulan untuk tumbuh dan mekar, Bunga Bangkai membutuhkan waktu satu hingga tiga bulan mulai dari munculnya kuncup sampai mekar.
"Kalau Rafflesia dapat bertahan sampai lima hari, Bunga Bangkai mekar sempurna hanya membutuhkan satu hari saja, tapi masih bisa bertahan sempai tujuh hari sebelum terkulai layu," katanya.

Untuk biji Bunga Bangkai berjumlah ratusan dengan ukuran 2-4 cm, berwarna merah bila telah matang.

Jadi, Rafflesia membutuhkan inang supaya bisa hidup di suatu tempat. Inang yang dibutuhkan adalah inang yang tahan diparasiti dan tidak mudah stres, cuaca yang bersahabat, jumlah populasi bunga jantan dan betina yang banyak, punya kesempatan untuk diserbuki agar menghasilkan buah atau biji dan aman dari gangguan binatang pemangsa.

Sementara Amorphophallus memerlukan tempat tumbuh yang sesuai dengannya yaitu di hutan dan pinggiran hutan yang tidak terlalu ternaungi dan dekat dengan sumber air, jumlah polulasi yang banyak sehingga dapat menghasilkan biji dan burung rongkong yang membantu penyerbukan biji-bijinya.

Rafflesia Patma yang mekar di Kebun Raya Bogor merupakan salah satu dari 15 jenis rafflesia yang ada di Indonesia.
Rafflesia Patma merupakan endemik Jawa Barat, sementara yang acap tumbuh di kawasan Sumatra adalah jenis Rafflesia Arnoldi.

Pada tahun 1929 bunga Rafflesia pernah mekar di Kebun Raya Bogor untuk pertama kalinya dengan jenis tidak diketahui berita aslinya apakah jenis Patma, Arnoldi atau Rachusenii.

"Dalam literatur berita, tidak disebutkan pasti jenis apa yang pernah mekar pada tahun itu, tapi kutipan berita pada zaman itu menyebutkan ketiga jenis Rafflesia itu pernah mekar di Kebun Raya Bogor pada tahun yang sama," kata Sofie.

Setelah 81 tahun berlalu, Rafflesia kembali mekar di Kebun Raya Bogor, bertepatan dengan hari Jadi Kota Bogor ke-528.
Mekarnya rafflesia ini setelah melalui penelitian intensif sejak 2004 yang dilakukan oleh empat tim peneliti LIPI.

Mereka adalah Sofie Mursidawati, Melani Kurnireswati, Ngatari dan Ata. Sofie yang sebenarnya peneliti anggrek mengaku tertarik untuk mencoba meneliti Rafflesia. Bermodalkan kepercayaan dan keyakinan, ia dan rekan-rekan melakukan ekspedisi ke Pangandaran, asal Rafflesia Patma.

Mereka mencari tumbuhan Tetrastigma yang merupakan inang yang biasa ditumbuhi rafflesia. Melalui penelitian dan pengamatan yang cukup pajang, akhirnya sampailah Tetrastigma (anggur-angguran) di Kebun Raya Bogor pada tahun 2004.
Dan setelah sekian lama, akhirnya keyakinan Sofie dan rekan-rekan bahwa akan tumbuh Rafflesia di dalam tumbuh Tetrastigma terbukti.

Ada 10 cikal bakal bunga Rafflesia yang tumbuh seperti bongkahan bunga kol, satu di antaranya sudah mekar sempurna pada hari Kamis (3/6) sekitar pukul 03.30 WIB.
"Yang tiga sudah mati, sisanya ada enam bongkahan lagi yang masih kita amati perkembangannya," kata Sofi.

Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor-LIPI, Mustaid Siregar, menyebutkan, mekarnya bunga Rafflesia sebagai kado Hari Jadi Bogor.

Mustaid mengatakan prospek untuk memelihara Rafflesia dalam kondisi budidaya masih sangat sukar dilakukan, dan karena itu keunikan tumbuhan tersebut tidak bisa dinikmati banyak orang. Untuk melihatnya orang harus mencari langsung ke habitatnya.

"Ini adalah sebuah pencapaian yang luar biasa, melalui penelitian yang intensif selama bertahun-tahun, Rafflesia dapat mekar di luar habitatnya," kata Mustaid.

Menurut Mustaid, penelitian terhadap rafflesia sudah dilakukan sejak 1857, di mana para peneliti zaman Belanda berusaha untuk membuat rafflesia hidup di luar habitatnya.

Namun, banyak aspek biologisnya yang masih menjadi misteri sehingga kelangkaan masih melekat pada tumbuhan ini.

Dengan tumbuhnya Rafflesia di Kebun Raya Bogor setelah 81 tahun berlalu merupakan keberhasilan yang perlu diapresiasikan, karena merupakan buah ketekunan peneliti Kebun Raya Bogor selama bertahun-tahun mencoba-coba.

"Semoga hasil ketekunan ini dapat diterapkan bagi berjenis-jenis Rafflesia lain di Indonesia seperti Rafflesia Arnoldi yang keberadaanya makin tergusur oleh peradaban manusia. Selain itu kehadirannya dapat menambah wawasan kepada masyarakat tentang kekayaan keanekaragaman hayati di Indonesia," tuturnya.

Sofie menambahkan, rencannya ke depan hasil dari penelitian ini akan dipresentasikan dalam pertemuan ilmiah botani tingkat Internasional yaitu Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC) di Bali pada bulan Juli, dan Flora Malesiana Symposium di Singapura bulan Agustus 2010.

Sofie mengatakan, keberhasilan ini dapat menumbuhkan optimisme para peneliti LIPI terutama Kebun Raya Bogor untuk terus berusaha dan berkarya serta meraih dukungan berupa "research funding" dari berbagai pihak yang memiliki komitmen kuat untuk turut menyelamatkan kekayaan hayati dunia khususnya Indonesia.

Sofie menyebutkan, di belahan dunia lain, Malaysia turut melakukan usaha serupa, namun keberhasilannya memperbanyak tumbuhan masih diragukan karena usaha tersebut dilakukan di dekat habitatnya sehingga keberhasilannya masih dipertanyakan banyak orang.

Sementara itu, ujar Sofie, bagi Kebun Raya walaupun bukan yang pertama kalinya, namun berbagai hasil kajian telah dipaparkan oleh banyak peneliti menyatakan bahwa agak mustahil untuk menumbuhkan Rafflesia di luar habitatnya.

Pernyataan bahwa "tidak mungkin Rafflesia ditumbuhkan di luar habitatnya" memang ada benarnya. Setelah keberhasilan ini tantangan ke depan malah semakin berat, akankah Rafflesia menjadi penghuni tetap yang keberadaannya bisa dinikmati oleh pengunjung dari waktu ke waktu? "Karena, mempertahankan keberadaannya jauh lebih sulit," kata Sofie.
Sumber:www.lipi.go.id